Oleh KH Hanif Ismail
Ketua Pengurus Takmir Masjid Agung Semarang
RAMADAN telah tiba, semua pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setansetan dibelenggu. Kutipan dari hadist yang populer ini sangat sering kita dengar dari ceramah ulama, terutama di bulan puasa.
Jika dicermati kita patut bertanya, mengapa di bulan Ramadan masih banyak orang yang berbuat dosa? Baik maksiat kepada Allah maupun khilaf dengan sesama manusia? Apakahsetan berhasil lepas dari ‘’penjaranya’’ dan rahmat Allah tidakmenjangkau pelakunya?
Sungguh, betapa ruginya orang yang bertemu bulan suci ini dan menjalankan puasa, tetapi tidak bisa menghindar dari dosa. Tentunya, eman-eman tenan. Sebab Nabi pernah bersabda kurang lebih begini, ‘’barang siapa yang tidak mendapat ampunan dan berkah di bulan Ramadan, amat rugilah dia.
Dan betapa banyak orang berpuasa yang tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga. Naudzu billahi min dzalik. Kita berlindung kepada Allah dari keburukan tersebut.
Jika ada orang berpuasa tapi tidak bisa mengerem diri dari perbuatan dosa, bukan berarti setan telah lepas dari belenggu lalu menghasut dia, melainkan orang tersebut tidak bisa membelenggu nafsunya sendiri. Setan memang dipenjara, tapi kalau manusia punya nafsu yang selalu dituruti, bisa menjadi setan bagi dirinya. Inilah sebabnya Rasulullah menyebut, melawan hawa nafsu adalah jihad akbar.
Suksesnya shoim (orang yang berpuasa) terletak di sini. Seberapa besar ia bisa menahan nafsunya, sebesar itu pula nilai ibadah puasanya. Dimulai dari nafsu terendah yang bersifat hewani, yakni menahan tidak makan meski lapar, tidak minum meski haus, serta tidak berhubungan seks meski istri cantik, hingga matahari terbenam.
Berikutnya mampu menahan mulutnya terbuka mengumbar bicara, mencegah lisannya dari katakata yang tidak baik. Lalu meredam syahwatnya dengan menundukkan pandangan. Artinya tidak mengumbar penglihatan kepada hal-hal yang dilarang. Tidak memelototi aurat orang lain hingga level tidak memandang rendah orang lain. Diikuti perbuatan yang baik, jika berdagang tidak menipu, jika memborong tidak berbohong, jika jadi atasan tidak sombong. Dan seterusnya. Apabila upaya menjaga panca indera itu berhasil, maka hatinya bisa ditata. Dan itulah salah satu tanda awal puasa yang sesuai syariat dan makna.
Menurut Imam Al-Ghozali, puasa level ini disebut puasanya orang khos. Yang sekadar berpuasa fisik dari fajar hingga maghrib disebut awam.
Kaum beriman tentu ingin diampuni dosanya. Kita berpuasa tentu ingin mendapat segala keuatamannya. Sebab Ramadan memang disediakan Allah untuk melebur dosa kita dan memperoleh jaminan bebas neraka. Maka, kita tentu berupaya melakukan segala yang terbaik agar puasa kita sempurna. Syukur masuk kategori tertinggi. Yaitu khowasil khos (puasa khusus orang-orang khusus). Special force-lah gampangnya. Bagaimana caranya?
Nabi Muhammad SAW dan para ulama telah memberi teladan kepada kita, mengisi bulan suci ini dengan amalan mulia. Di tengah badan menahan lapar dan hati mengendalikan hawa nafsu, mari kita isi siang hari dengan mengaji, membaca Alquran dengan menghayati. Juga amalan lain, memperbanyak sedekah kepada sesama, berdzikir lebih lama, dan seterusnya. Lalu di malam hari kita tegakkan sholat sunnah tarawih, witir, tahajud, hajat, dan sebagainya. Ditambah tadarus dan iktikaf.
Subhanallah, kita akan meraih derajat takwa sebenar-benarnya. Timbul di dalam hati kita, rasa cinta kepada bulan puasa. Maka kita rindu sekali, inginnya semua bulan menjadi Ramadan.
Semoga kita semua mendapat rahmat Allah yang demikian besarnya. Amin. ***
Jihad Akbar Melawan Nafsu
Written By Harian Semarang on Senin, 06 September 2010 | 00.54
Label:
Ramadhanan,
Religi
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.